Sholeh itu Apa?

kaca-mata-pena-kertas-buku

Bismillah,

Saudariku..

Dalam doa, kita sering menyampaikan harapan agar kita atau anak anak kita dijadikan sebagai anak yang sholeh. Misalkan, “Ya Allah, jadikan anak keturunan kami sebagai anak yang sholeh dan sholehah”. Doa tersebut tentu sangat baik. Diajarkan Al Qur’an dan dicontohkan Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Namun, sudahkah kita paham apa maksud sholeh itu? Pernahkah kita benar-  benar memberikan deskripsi jelas tentang apa yang dimaksud sholeh dalam doa kita itu?

Bertanya sholeh itu apa, setiap orang akan menjawab dengan standard yang berbeda- beda. Kalau ada sepuluh orang yang ditanya, bisa jadi ada 10 jawaban yang mungkin sama, mirip atau mungkin sama sekali berbeda.

Lantas, pentingkah mempersoalkan yang dimaksud sholeh itu apa? (Bagi saya sangat penting). Setidaknya karena dua alasan. Pertama, ketika kita berdoa minta sholeh atau sholehah, sementara di benak kita minim referensi atau bahkan blank tentang sholeh itu apa, maka doa kita tidak akan dibarengi perasaan yang emosional. Datar. Rutinitas belaka dan kering. Bahkan mungkin hanya meniru- niru doa yang pernah dipanjatkan pak kyai atau ustadz.

Padahal doa memerlukan kondisi khusyuk. Menghadirkan rasa takut dan harap. Seperti yag difirmankan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala,

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap.” ( QS. As Sajdah:16)

Dalam berdoa, Mulut ini hanya perantara, hatilah yang lebih perlu bersuara. Mulut hanya ekspresi dari hati yang merintih penuh harap. Hati tak bisa menahan luapan harapan, maka tumpahlah lewat lisan. Begitu alurnya.

Nah, kalau sholeh itu terdefinisikan di kepala kita secara minimalis, doa itu jadinya kurang bertenaga. Katakanlah, waktu minta sholeh muncul di benak sebuah gambar “tidak mabuk- mabukan, tidak membuat huru- hara, patuh orang tua”, maka sampai disitulah harapan kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kalau kita sudah mendapati anak kita seperti itu, maka doanya menjadi kurang “nge- gas”. Karena yang diharapkan sudah dimiliki.

Mungkin akan ada yang menyanggah,

“Kalau kita minta sholeh, kan Allah Maha Tahu, bagaimana sholeh yang seharusnya, meskipun kita tidak tahu sholeh itu seperti apa. Kan Allah sendiri nanti yang akan memberi petunjuk”.

Pernyataan tersebut, 100% benar. Urusan petunjuk, tidak berdoa pun kalau Allah berkehendak pasti diberikan kepada hamba pilihanNya tanpa ada yang menghalangi.

Apalagi kita mau berdoa, meskipun kita tidak paham persis apa yang kita minta, berdoa saja , itu sudah dapat pahala. Kalau Dia berkehendak pasti dikabulkan doa tersebut. Hanya ini soal faktor adab dalam berdoa. Yaitu meminta kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan khusyuk dipenuhi rasa harap dan takut. Kita bisa sampai ke kondisi tersebut kalau kita paham terhadap apa yang kita mintakan. Dan juga, yang lebih penting alasan kedua ini. Yaitu pemahaman kita tentang sholeh akan mempengaruhi tindakan kita dalam menciptakan kondisi “shaleh” pada diri kita dan anak- anak kita. Implementasi upaya kita terhadap doa sholeh kita, sesuai dengan standard sholeh masing-masing. Jika standardnya tinggi, upayanya juga tinggi. Kalau rendah, maka rendah pula upayanya.

Kalau sholeh itu hanya terdefinisikan “tidak mabuk- mabukan, tidak membuat huru- hara, patuh pada orang tua” maka sampai disitulah upaya kita. Lalu mari bertanya, apakah sholeh hanya sekedar itu?

Saudariku,

Pernahkah kita fikir mendalam, kesholehan apa yang diharapkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan RasulNya terhadap diri kita?

Sangat memprihatinkan. Ketika ada orang yang berdoa serius meminta kesholehan untuk anaknya, sementara di depan mata menyaksikan anak tidak sholat dia diam saja. Hanya menyuruh ala kadarnya, tidak sampai memaksa bahkan tidak ada “marah” ketika anaknya melanggar perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala paling utama tersebut. Dia tidak risau ketika ada hak Allah Subhanahu Wa Ta’ala dilanggar. Kalaupun ada, tingkat kerisauan dan marahnya terhadap anak yang tidak sholat, jauh sekali dibawah risau dia marah ketika anaknya malas belajar.

Mengapa itu terjadi, padahal doanya minta kesholehan sudah serius? Ya, karena definisi sholehnya minimalis. Padahal tahukah kita, dalam kesholehan itu ada banyak cabang amal. Sholeh itu patuh orang tua, ya benar. Sholeh itu tidak berfoya- foya, benar juga. Lanjutkan lagi, sholeh itu berpakaian anggun menutup aurat. Sholeh itu kalau ada kebathilan, berani memperjuangkan kebenaran. Sholeh itu, sholat wajib dan sunnahnya istiqomah. Sholat itu, tidak curang saat Unas. Sholeh itu, tidak makan harta riba dan haram. Sholeh itu bayar zakat dan banyak sodaqoh. Sholeh itu, berjihad dan berani mati membela agama Allah. Dan seterusnya, dan seterusnya, masih banyak. Yang disebut itu masih sebagian saja.

Semakin luas definisi kita tentang sholeh, akan semakin membuat  kita bergerak menuju kesempurnaan ketaatan. Untuk mendapatkan keluasan pemahaman tentang sholeh itu, kuncinya kita harus terus mencari ilmu. Bacalah hadist- hadist Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bacalah Al Qur’an. Dengarkan nasihat ulama. Bila sebuah hukum syariat kita dapati landasan dan dalilnya jelas, taatilah meski berat. Jangan berbalik arah lalu mencari teman “sepelanggaran”. Lalu berdalih “yang lain juga banyak yang tidak melakukan hukum itu”.

Tentu, cara berfikir kita tidak boleh demikian. Allah Subhanahu Wa ta’ala sudah mengingatkan kepada kita. Bahwa cara berfikir orang kebanyakan lebih sering melawan aturan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. “Dan sesungguhnya Kami telah mengulang- ulang kepada manusia dalam Al Qur’an ini tiap – tiap macam perumpamaan, tapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari (nya).”(Qs.Al Israa: 89)

Jadi jangan pernah merasa puas dengan keadaan saat ini. Jangan mengukur hasil sholeh dengan keadaan kita saat ini yang nampak nyaman, tenteram, serta adem ayem. Lalu berkata, “Begini ini karena kami sholeh”(dan semisalnya).

Ketahuilah wahai saudariku!

Sholeh bukan diukur dari itu. Lihatlah kehidupan pada Nabi dan para sahabat. Justru jauh dari rasa nyaman itu. Musibah dan ujian selalu datang menimpa mereka. Diantara mereka ada yang kelaparan, disiksa, bahkan dibunuh secara keji karena mempertahankan tauhid dan keimanan

Sahabat Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam,pernah bertanya kepada beliau,

 “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujiannya?”

Beliau menjawab:

“Para Nabi. Kemudian yang mengikuti mereka (orang – orang mulia). Kemudian yang mengikuti mereka (orang- orang mulia). Seseorang diuji sesuai dengan kadar dien (iman)-nya. Kalau imannya kokoh, maka berat pula ujiannya. Apabila ujiannya lemah, dia diuji sesuai dengan kadar imannya. Dan senantiasa ujian itu menimpa seorang hamba sampai membiarkannya berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak lagi mempunyai dosa.”(HR. Tirmidzi)

Maka terhadap pertanyaan sholeh itu apa? Alangkah bijaksananya kalau kita menjawabnya dengan ilmu.

Wallahu A’lam Bisshowab.

Sumber:

Bambang Heriyanto,Direktur Eksekutif Majalah Nurul Hayat

5 komentar di “Sholeh itu Apa?

  1. Ibuku dulu,konon,ingin memberi aku nama ”soleh”,tapi bapakku memberi aku nama yg lain.apabila nama itu adalah do’a,agaknya do’a Ibuku(sempat) terkabulkan,meskipun pada akhirnya namaku bukan soleh.selama SD sampai SMP,aku adalah murid yg paling disayangi guru guruku,julukanku keren,anak emas?diam diam menghanyutkan,nggak banyak bicara tapi pintar,umur 10 tahun kelas 4 SD sholat 5 waktu selama setahun,tanpa ada yg nyuruh,sampai tetanggaku bingung,mengira aku dimarahi kalau tidak sholat,padahal semua itu kemauanku sendiri,sayangnya sekarang aku tidak seperti itu lagi.

    • Semoga Allah Subhanahu Wata’ala Memberikan hidayahNya kepada Anda untuk kembali rindu melakukan kebaikan seperti ketika Anda berumur 10 tahun.

Tinggalkan komentar